Selasa, 14 Desember 2010

URGENSI PENCIPTAAN SUASANA RELIGIUS


Upaya mendekatkan diri kepada Tuhan senantiasa dapat mendorong kita selain menjadi manusia yang cerdas tapi juga bertakwa. Namun, seiring kemajuan zaman yang juga mendorong upaya berfikir manusia yang menjadi terkotak-kotak yang akhirnya mendorong mereka menjadi makhluk sekuler. Hal ini tentu saja bila dibiarkan akan berdampak negative karena sesungguhnya kesuksesan selalu datang bersama upaya dan juga doa. Oleh karena itu, agar upaya sekulerisme ini dapat diminimalisir, harus ada upaya yang harus mendorong setiap insan selalu mengingat Tuhan dalam setiap pekerjaannya.

Kebanyakan manusia bertindak berdasarkan suasana mereka saat itu. Jika suasananya akademik, merekapun akan kritis dsb. Begitupula dengan suasana yang agamis, manusia dalam sisi kehidupannya akan melakukan ibadah sesuai agama yang dipeluknya, baik yang tampak mata seperti shalat maupun tidak tampak. Karenanya, suasana agamis/religius harus selalu dihidupkan dalam suasana-suasana lainnya agar kebutuhan dunia dan akhirat dapat bergandengan tangan dijalani.

Urgensi penciptaan suasana religious dapat dilahirkan dalam berbagai cara. Seperti Muhaimin, Su’tiah dan Nur Ali (1998) dari malang berkelakar bahwa upaya ini dapat diciptakan dengan berbagai cara dan pendekatan. Pertama, yaitu melalui pendekatan personal yang dilakukan dengan cara selalu memberikan ucapan selamat disertai nasihat-nasihat serta doa. Kedua, yaitu dengan memberikan kajian keagamaan yang dilaksanakan melalui kerjasama dan kterlibatan langsung kedua pihak , contohnya antara pihak sekolah dan siswa melalui pesantren kilat . Menurut Ahmad Tafsir (1991), pakar pendidikan Islam dari UIN Sunan Gunung Djati Bandung, paling tidak ada tiga motivasi sekaligus tujuan diadakannya pesantren kilat di sekolah-sekolah umum.
Pertama, agar anak memiliki akhlak yang baik. Motif ini muncul dari rasa khawatir orang tua akan kenakalan remaja. Sebab, dengan kenakalan anaknya tentu akan mempengaruhi martabat dan kredibilitas orang tua di masyarakat. Kedua, motif mengisi waktu, motif ini muncul karena orang tua merasa bahwa waktu luang seorang remaja adalah sangat berbahaya bila tidak diisi dengan kegiatan yang positif. Dengan kegiatan pesantren kilat inilah maka anak dapat menggunakan waktu luangnya dengan kegiatan positif yang bermanfaat.
Ketiga, motif menutupi kekurangan waktu pendidikan agama di sekolah. Motif ini muncul karena orang tua merasa bahwa pendidikan agama yang diperolah di sekolah masih sangat kurang sehingga membutuhkan waktu tambahan melalui kegiatan agama di luar kurikulum.

0 komentar:

Search in the Quran
Search:
Download | Free Code
www.SearchTruth.com